Mewujudkan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia Kreatif di Era Digital

 

Seiring perkembangan zaman, kini perkembangan teknologi sangat berkembang pesat terutama teknologi pendidikan. Perencanaan peta jalan yang dibuat pemerintah Indonesia yaitu revolusi industri 4.0 diharapkan akan membawa dunia pendidikan lebih unggul dan kreatif terutama dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Adanya zaman era digital seperti sekarang ini diharapkan peserta didik dapat menanamkan sikap mental yang tepat dan meningkatkan keterampilan dalam berkomunikasi, berpikir kritis, kreatif, tanggung jawab, dan sikap terbuka untuk mau belajar hal baru yang sesuai dengan peran di era digital ini.

Hal tersebut sangat relevan dengan dunia pendidikan bahasa dan sastra Indonesia terutama dalam mewujudkan pembelajaran yang kreatif di era digital seperti sekarang ini. Dari beberapa hal tersebut akan muncul pertanyaan bagaimana cara mewujudkan dan menerapkan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang kreatif di era digital ini?

Di dalam pembelajaran bahasa dan sastra, teknologi pendidikan kini membuat pembelajaran menjadi lebih efektif dan efisien. Banyak ditemukan di internet, web yang memuat pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang bisa diakses dengan mudah. Hal tersebut menjadi inovasi baru untuk mengenal budaya literasi dan bermanfaat untuk perkembangan dalam pembelajaran.

Kemajuan teknologi ini juga melibatkan berbagai pihak, baik guru maupun peserta didik. Dengan perkembangan yang sangat pesat diharapkan semua pihak juga mampu ikut serta memanfaatkan kemajuan digital tersebut.

Dalam mewujudkan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia kreatif di era digital, berikut upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkannya.

Literasi di Zaman Digital

Kebiasaan baik membaca atau literasi merupakan kebiasaan yang sangat bermanfaat untuk berbagai hal. Segala pengetahuan baik itu perkembangan wawasan, penguasaan kosa kata, dan penyerapan gaya menulis bisa didapatkan secara langsung dan tidak langsung melalui membaca. Seiring perkembangan tersebut, kini semakin maraknya teknologi digital yang merubah kecenderungan membaca di kalangan masyarakat.

Beberapa waktu silam, orang-orang dapat membaca novel atau cerpen secara intens dan bahkan ada yang dijuluki “kutu buku”. Mereka tidak malu membaca dan membawa novel atau buku teks ratusan halaman selama berhari-hari atau berminggu-minggu dan mereka selalu membawa buku kemana mereka pergi. Di zaman sekarang, kebiasaan itu malah berbanding terbalik dan mulai berubah. Generasi milenial saat ini sudah jarang membaca surat kabar, novel, atau buku-buku teks yang tebal-tebal. Mereka memang masih membaca, namun sumber bacaan sebagian besar berasal dari gawainya. Bacaan mereka juga bukan lagi novel atau buku elektronik, tapi dari situs-situs semacam News, kaskus.co.id, atau detik.com. Setidaknya, gejala ini telah ditangkap sebagai sesuatu yang makin lama makin masif. Gierzynski (2013) menyimpulkan bahwa generasi muda sekarang membaca jauh lebih sedikit naskah fiksi daripada generasi sebelumnya. Ketika mereka membaca pun, perhatian mereka terbagi ke beberapa bacaan sekaligus sehingga berdampak pada pemahaman mereka, satu hal yang juga didukung oleh Baron (2016).

Namun dibalik bacaan mereka yang memanfaatkan gawai, hal tersebut dirasa lebih efektif dan efisien. Para kaum milenial dapat membaca karya sastra ataupun bacaan bahasa hanya dengan membuka internet. Nantinya mereka dapat memperoleh informasi penting yang bisa didapatkan dengan mudah. Selain itu, terdapat buku yang kini telah diterbitkan dalam bentuk file atau pdf, sehingga sangat mudah untuk diunduh.

Dalam menghadapi era digital seperti sekarang ini, apakah terdapat perbedaan antara kebiasaan membaca zaman dulu dengan sekarang? Untuk menjawab pertanyaan ini, berikut disajikan satu screen shot dari situs kaskus. Kita akan melihat betapa “berlimpahnya” informasi yang disajikan hanya oleh satu halaman saja:

Contoh Bacaan Digital

Dari hasil gambar di atas terdapat informasi tentang tsunami di Selat Sunda, apa daya kita akan langsung mengalami godaan dari seribu satu judul artikel lain dan visualisasi yang memikat mata dan perhatian kita pada halaman yang sama. Dari sumber tersebut, kita bisa mendapatkan informasi yang sangat aktual dan terbaru.

Di era modern ini, semakin banyak orang menyukai hiburan yang disajikan secara multimodal. Dulu kakek dan nenek kita membaca buku, menonton wayang, atau mendengarkan drama favoritnya dari radio. Hari ini, cucu-cucu mereka tidak lagi puas jika hanya membaca cerita tertulis atau hanya mendengarkan saja. Mereka lebih menggemari cerita yang disajikan lewat kombinasi antara elemen bahasa dengan visual (gambar) dan bahkan  dengan unsur suara (audio). Maka literasi multimodal menjadi satu lagi kecakapan yang hendaknya diajarkan kepada generasi muda. Pengajaran literasi tidak hanya terbatas pada bagaimana memahami teks tertulis atau menuliskan gagasan dengan elemen verbal tapi juga mengajarkan bagaimana memahami informasi yang disajikan secara multimodal dan akhirnya bagaimana memproduksi informasi yang bersifat multimodal (Serafini, 2014). Salah satu contohnya adalah tren menjelaskan suatu hal yang rumit dengan infografik.  Di bidang kewirausahaan, generasi milenial yang sedang merintis startup (usaha rintisan) pasti tahu betapa promosi multimodal di kanal Youtube, Facebook,  atau Instagram akan jauh lebih efektif memikat target pasar daripada yang sekedar tulisan di spanduk atau poster, apalagi brosur.

Sastra Digital

Di zaman modern ini semakin terbuka kesempatan untuk menerbitkan tulisan fiksi atau non fiksi dalam bentuk prosa atau puisi bahkan lagu di dunia digital. Situs storial.co, tagar fiksimini di Twitter, dan aplikasi Wattpad adalah beberapa contohnya.  Berbeda dengan zaman dulu, di zaman sekarang, seorang penulis bisa langsung mengunggah cerpen atau novelnya di situs tersebut tanpa melalui penyuntingan ketat dewan redaksi. Semuanya dengan gamblang langsung terpapar begitu saja untuk dinikmati warganet yang lain.

Namun kehadiran sastra “ringan dan cepat” ini tak lagi mengundang perdebatan di antara kaum pemerhati sastra konvensional dengan generasi lebih muda yang mengusung kebebasan berekspresi untuk mengangkat kehidupan dan pergumulan batin sehari-hari menjadi suatu karya tulis. Sebagaimana dikatakan oleh Supriatin (2012),   generasi lebih tua menganggap bahwa karya sastra digital tidak akan menggerus sastra konvensional karena sifatnya yang hanya cepat datang dan cepat pula pergi. Menurut Hari (2016), sastra digital dapat berfungsi sebagai proses  pembelajaran, dan perluasan apresiasi sastra dari lebih banyak kalangan.Sastra digital bisa saja lebih bermutu daripada sastra konvensional, atau sebaliknya. Diperlukan telaah sastra yang kini meluas ke sastra dengan medium baru ini.

Berdasarkan paparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa, di era digital seperti sekarang ini semua orang dapat memanfaatkan internet dengan baik terkhusus bagi bidang pendidikan. Mewujudkan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia yang kreatif dapat dilakukan dengan budaya literasi melalui internet yng dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk mencari berbagai bahan bacaan. Oleh sebab itu, dengan adanya digital yang semakin maju dapat dimanfaatkan dalam pembelajarn seperti sekarang ini, sehingga pembelajaran tidak terkesan monoton dan membosankan.

 

DAFTAR PUSTAKA

 Baron, N. (2016). Do students lose depth in reading? Diunduh dari http://theconversation.com/do-students-lose-depth-in-digital-reading-61897

Bennett, J. (2018). Personalizing training with adaptive learning systems. Instructional Design, 35(1805).

Budhai, S. S., & Taddei, L. M. (2015). Teaching the 4Cs with technology: How do I use 21st century tools to teach 21st century skills. Arias.

Coleman, J. A., & Klapper, J. (2005). Effective learning and teaching in modern languages. London: Routledge.

Gierzynski, A. (2013). Harry Potter and the millennials: Research  methods and the politics of the Muggle generation. Maryland: The John Hopkins University Press.

Harari, Y. N. (2018). 21st lessons for the 21st century. London: Spiegel & Grau.

Hari, C. S. (2016). Sastra digital dan penyebaran sastra Indonesia melalui industri kreatif. Diunduh dari http://www.mantagibaru.com/2016/01/sastra-digital-dan-penyebaran-sastra.html.

Jadikan Making Indonesia 4.0 sebagai agenda nasional. (2018, 4 April). Diunduh dari http://presidenri.go.id/berita-aktual/jadikan-making-indonesia-4-0-sebagai-agenda-nasional.html

 

 

Esais oleh Ucik Nurhidayati mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Esai ini berhasil meraih juara 1 pada acara Milad PBSI pada 22 Desember 2019.

Leave a Reply