Kritik Sastra Bermutasi dari Analog ke Digital

 

Acara bincang-bincang daring kembali diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) melalui siaran langsung di akun instagram @pbsifkipuad bertema “Tantangan Kritik Sastra di Indonesia”  (27-6-2020).

Dr. M. Ardi Kurniawan, M.A. selaku pemateri dan dosen PBSI mengatakan, “Tantangan dalam kritik sastra adalah perubahan medium dari analog ke digital. Dahulu, mengakses karya sastra masih sulit karena berbentuk media cetak. Ditambah, para seniman pada masa itu hanya mendengar di internet, bukan menggunakan internet.”

Beliau menambahkan bahwa perubahan medium ini sangat terlihat, karena dahulu kritikus hanya dapat melakukan kritik melalui surat kabar. Sedangkan pada zaman sekarang, semua orang dapat mengkritik secara bebas. Namun kemudahan ini justru membuat banyak orang berkomentar saja, tanpa tahu bagaimana cara menulis kritik dengan benar.

Lebih lanjut, Uli Khumaidah selaku moderator menambahkan,”Materi ini sedikit susah dipahami untuk orang yang tidak mengerti tentang kritik sastra. Seperti penjelasan beliau, mengkritik sebuah karya sastra tidak boleh didasari oleh rasa suka dan tidak suka, melainkan dilakukan secara objektif sesuai dengan data dan teori yang digunakan. Selain itu, budaya kritik di Indonesia sering kali dianggap sebagai ujaran kebencian yang seharusnya direspons sebagai telaah kritis.”

 

___________

Hanifah dan Annisa Nurhidayati

Leave a Reply