Kumpulan Puisi Jemi Ilham

 

Ranting Begitu Sepi, Ditinggalkan Dedaunan

 

tak ada yang tersisa di sini,

selain ingatan lapuk dan mudah rapuh.

debu kemarau telah mengaburkan banyak hal.

ranting begitu sepi, ditinggalkan dedaunan.

 

masa silam yang berdiam dalam kepala,

mengingatkan banyak hal.

kebun. jalanan berlubang. rimba. sungai.

mata air. air mata yang tak diseka.

di antara belukar, aku berjalan dengan getir,

memandangi lubang menganga

dan hamparan pasir.

 

orang tua yang makin menua.

gadis-gadis desa beranjak dewasa.

mereka yang bertahan, merajah bukit dengan sawit,

berebut tempat dengan semak-semak dan

manusia. sisanya adalah kepedihan dan

kelebat debu yang memenuhi mata

dan rongga dada.

 

Yogya-Jakarta, 2018

 

 

Petani Lada

 

kau berjalan membelah desa dan rimba

parang di pinggang

suyak di punggung.

 

hatimu padang ilalang yang disulut kemarau

kuning, kering, dan mudah terbakar.

kau rawat rumpun lada agar debar di dada tetap

nyala.

 

menghitung bilangan bulan, sembari

merapal doa-doa.

berharap putik kembang jadi buah yang

memenuhi karung-karung.

menerka-nerka musim panen yang memerah.

 

Yogyakarta, 2018

 

 

Hari Minggu

 

 hari minggu

kami menuju kebun

tempat gelisah dan harap ditampung.

sulur lada merambati

pancang-pancang yang ditancapkan.

 

kami tanam segala yang ada: lada dan palawija

tak ada hiburan dan hari libur

keinginan disiasati agar tak repas;

sekolah ke kota dan jadi sarjana.

 

di kebun, kami rawat yang sedikit

menjaga rumpun-rumpun lada dari penyakit

bau humus tanah bercampur keringat lelah.

 

hari minggu

kami menuju kebun

tempat mimpi disusun.

 

Yogyakarta, 2018

 

 

Memorabilia

 

aku selalu gagal menerjemahkan musim yang berganti

angin utara

membawa kabar dari laut yang jauh.

Mak, sebelum merantau ke kota

di beranda rumah, aku memandang halaman terbuka

menjelma ingatan yang mengendap di kepala.

 

Mak, sebelum merantau ke kota

di beranda rumah, kupandangi buah rambutan

yang diperam waktu

mendengar anak-anak silang sengketa

perihal buah mana yang paling ranum.

 

kenangan adalah mata kail dan aku seekor ikan

yang gagal menghindar.

debur ombak laut Bangka yang rebah

di dada pesisir adalah rindu.

nyiur melambai, isyarat melepas kepergian

dan ajakan untuk pulang.

 

Yogyakarta, 2018

 

 

Puisi ini pernah dimuat di Koran Minggu Pagi pada Minggu, 05 November 2018.

 

Tentang Penulis:

Jemi Batin Tikal, nama pena dari Jemi Ilham. Bergiat di Komunitas Jejak Imaji, Forum Apresiasi Sastra, Kelas Sunyi, dan Kreativitas Kita (Kreskit).

Lahir di Bangka Belitung, 26 Oktober 1998. Saat ini studi di Universitas Ahmad Dahlan (UAD). Tinggal di Kotagede, Kota Yogyakarta. Dapat dihubungi via ponsel: 081995321366, Facebook: Jemi Batin Tikal, atau surel: jemiilham26@gmail.com.

Leave a Reply