Menyiapkan Generasi Hero dalam Pendidikan 4.0 yang Beretika

  1. Sumber gambar: https://eduaksi.com/pendidikan-4-0-apa/amp

Pendidikan adalah sarana penting untuk mengubah dan memperbaiki generasi yang bermartabat. Maka, pendidikan harus memiliki koneksi global karena aktivitas global mempunyai dampak terhadap pendidikan.

Pendidikan diperoleh dari berbagai ilmu yang dipelajari. Memperoleh ilmu sangat diwajibkan. Bahkan, Islam mengajarkan bahwa tuntutlah ilmu sampai ke liang lahat. Ilmu yang kau dapat akan mencerminkan kualitas pendidikanmu.

Era digital, 4th Industrial Revolution (4 IR), dan tantangannya. Di mana situasi era digital pendidikan merupakan inti dari pembangunan manusia. Kekayaan yang paling real adalah sumber daya manusia (SDM), di mana pembangunan manusia merupakan paradigma yang terus-menerus mengembangkan potensinya.

Perubahan besar bidang pendidikan dan pembelajaran dalam era industri 4.0 ditandai dengan mulai berkembangnya prinsip demokrasi pengetahuan, menciptakan peluang bagi setiap orang untuk memperoleh pengetahuan, dan kecakapan dengan memanfaatkan teknologi.

Era pendidikan memang berkembang pesat. Sebagai manusia bukan waktunya lagi untuk berleha-leha. Kita harus tanggap terhadap perubahan yang ada. Seperti kata Ali bin Abi Thalib, “Didik dan persiapkanlah anak-anakmu, sesuai zamannya, karena mereka diciptakan untuk hidup pada masa yang berbeda dengan masamu.” Jelas kata-kata itu menerangkan agar kita memperlajari perubahan yang ada sesuai zamannya, namun tidak lupa menjaga tradisi budaya bangsa yang bertata krama, beretika dan beragama.

Peka terhadap pendidikan di masa yang akan datang dan bisa membekali generasi selanjutnya untuk dapat bijak dalam menyikapi perubahan. Dalam hal ini, guru sangat berperan aktif untuk menyeimbangi perubahan tersebut. Fungsi guru bergeser secara fundamental di mana selain mengajarkan akademik, guru harus lebih sukses dalam mengajarkan spritual anak. Teknologi dapat membantu memudahkan peserta didik dalam memperoleh pengetahuan, komunikasi, dan berbagai informasi. Tetapi, tetap saja mesin tidak dapat mengajarkan etika.

Sebagai negara berkembang, Indonesia menempati posisi ke-8 dunia atau sekitar 82 juta jiwa penduduknya aktif sebagai pengguna Internet. Namun, yang lebih mengejutkan lagi bahwa pesatnya pengguna internet di Indonesia juga menimbulkan tingginya tingkat kejahatan di media sosial atau cyber crime.

CNN Indonesia secara khusus menuliskan hasil wawancara yang dikemukakan oleh Wakil Kepala Kepoliasian RI Komisaris Jendral Syafruddin, Selasa (17/07/2018), di Jakarta. “Cyber crime di Indonesia tertinggi ke dua di dunia setelah Jepang. Total serangan cyber ini ada 90 juta,” ujarnya.

Tentulah hal tersebut bukan kebanggaan. Pesatnya perkembangan teknologi berarti menurunkan moral generasi bangsa yang tidak beretika. Untuk itu, kita sebagai penerus harus turut andil dalam fenomena ini. Guru di era 4.0 harus mampu menciptakan proses pembelajaran yang multi-stimulasi, sehingga lebih menyenangkan, menarik, dan fleksibel dalam memahami hal-hal baru dengan cepat.

Sebagai orang yang pernah menjabat Kepala Biro Perencanaan Kerja Sama Luar Negeri (PKLN), Kemendikbud Ananto berujar dalam Mediamedika.com pada 11 Oktober 2018 bahwa, “Anak zaman sekarang atau anak milenial tidak lagi membaca buku cetak. Mereka menggunakan digital seperti menghirup oksigen. Terpenting bagi sekolah dan guru jangan salah memanfaatkan dengan pengadaan tablet atau pengadaan komputer semata. Ini yang terjadi di sejumlah negara Meksiko menjadi gagal total.”

Edi Heri Suasana M.Pd., selaku Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (DISPORA) DIY yang pernah menjabat sebagai kepala Dinas Pendidikan kota Yogyakarta selama sembilan tahun, mengungkapkan, “Menuju Indonesia emas revolusi 4.0 saya sudah siapkan tahapan-tahapan kedepan, maka teknologi informatika dan komunikasi bagi kalangan pemuda adalah kunci utama dalam pendidikan. Setiap tahun, dinas pendidikan selalu mengadakan jambore pemuda dan seleksi pemuda pelopor. Tujuannya adalah pemuda ini akan dibekali hingga kancah internasional untuk berperan dalam revolusi Indonesia emas,” ujarnya saat diwawancarai pada Senin (30/09/19) di Kantor Dinas Pendidikan dan Olahraga.

Pencetus akselerasi pada tahun 1999 yang telah disahkan UU sidiknas pada tahun 2003 ini  menambahkan bahwa, selain berakademik guru juga harus berteknologi, serta tanggung jawab semakin bertambah untuk mengajarkan moral anak bangsa. Dengan adanya revolusi industri 4.0 bangsa ini akan menumbuhkan anak-anaknya yang menguasai 4C (Communication, Collaboration, Critical Thinking and Problem Solving, dan Creativity). Serta dengan ini, tak ada lagi pemuda yang klitih pada malam hari atau melakukan kejahatan lainnya. Dirinya berharap pemuda lebih memikirkan masa depan.

Guru harus bisa memberi contoh yang baik bagi murid. Guru dipandang sebagai orang yang berpendidik, dewasa, dan bijaksana. Selain mementingkan nilai akademik, guru juga perlu dekat dengan murid, mengapresiasi usaha murid agar dapat merasakan bahwa dirinya dihargai. Sangat penting sekali guru mengajarkan nilai moral lebih banyak dalam setiap jam pelajaran, tentang kejujuran, kedisiplinan, kepemimpinan, dan sopan santun.

Memberikan kisah inspiratif lewat media dirasa ampuh dapat membuka pikiran anak agar termotivasi mengikuti jejaknya. Bagi umat Islam dan umat beragama, nilai religiusitas sangat penting sekali ditanamkan dalam diri anak. Orang tua adalah rumah utama dalam pembentukan karakter anak.
Orang tua juga perlu meyiapkan bekal yang mempuni agar anak siap mengahadapi revolusi industri 4.0 yang sedang berlangsung. Nilai religiusitas, sopan santun, dan kasih sayang perlu ditanamkan dalam diri anak sejak dini, mengawasi dan membatasi penggunaan gawai, serta membuat kesibukan anak yang bermanfaat, seperti les, mengaji, dan mengajak mengobrol langsung dengan anak. Hal ini akan mendekatkan anak dan orangtua serta dapat memahami satu sama lain.

Bahkan dalam wawancaranya, Syafuddin menambahkan bahwa melihat persoalan itu, ia meminta pemerintah dan masyarakat bersama-sama dapat mengembangkan teknologi bagi negeri sendiri agar tak ketinggalan zaman dengan negara lain. Ia juga mengimbau agar pengembangan teknologi lokal dalam negeri dapat diprioritaskan oleh pemerintah agar tak melulu mengimpor teknologi dari negara lain yang justru banyak merugikan.

“Indonesia harus menguatkan teknologi kita, dan sumber daya kita dorong untuk penguasan teknologi tapi buatan Indonesia sendiri,” pungkasnya. Guru dan orang tua memang tidak begitu mempengaruhi perkembangan revolusi industri 4.0 ini, begitu pula dengan lingkungan. Sejatinya, lingkungan harus menciptakan suasana yang damai dan aman bagi sekitarnya. Mendukung kegiatan positif dan turut serta menyambut generasi 4.0 yang sehat dan bermartabat.

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Bagaimana Indonesia yang akan datang dilihat dari para pemuda hari ini. Waktu muda adalah masa emas, terasa sia-sia jika masa muda hanya digunakan untuk berdiam diri. Mari sambut revolusi industri 4.0 ini dengan semangat membara. Semangat berprestasi, tingkatkan kualitas diri, berbakti kepada negeri dan menjunjung tinggi etika bangsa, agar dapat menciptakan generasi pemuda dalam pendidikan 4.0 yang beretika.

Referensi:

https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/amp/kikyrahmadhani/essay-tentang-pendidikan-masa-kini_54f98f60a3331159578b4583

http://pena.belajar.kemdikbud.go.id/2018/10/menyiapakan-generasi-emas-dengan-pendidikan-4-0-yang-berkualitas

https://www.kompasiana.com/kusumasarilifestyle/5d54d0810d82306dd21ceea2/orang-tua-yang-juga-ber-revolusi-industri-4-0?page=all

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20180717140856-12-314780/polri-indonesia-tertinggi-kedua-kejahatan-siber-di-dunia

Esai oleh Riska Usna Nurfiah mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikana (FKIP), Universitas Ahmad Dahlan.

Leave a Reply