Mrs. Ikmi, Dosen yang Selalu Merindu

Ikmi Nur Oktavianti atau biasa disapa Ikmi (34) mengawali kariernya atas dasar kerinduannya pada sekolah. Berawal dari keinginan menjadi seorang guru sekaligus penulis, wanita kelahiran Lamongan yang memiliki enam orang saudara kandung ini mendapat nasib yang baik.

Ikmi menyelesaikan pendidikan S-1 di bidang Sastra Inggris (konsentrasi: Linguistik) di Universitas Brawijaya pada tahun 2008 dan menyelesaikan pendidikan S-2 di bidang Linguistik di Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun 2012. “Tanpa direncanakan sebelumnya, setelah selesai S-2, jalan karir saya ternyata menuntun saya menjadi dosen,” ujar Ikmi, Dosen Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta, Minggu (14/6/2020).

Menurut Ikmi, ada dua tips untuk menyelesikan pendidikan dengan menyenangkan yaitu dengancara: pertama, kerjakan yang disenangi. Atau yang kedua, senangi yang dikerjakan. Pilihannya yang diambil ketika itu adalah mengerjakan sesuatu yang disenangi.

“Saat S-1, saya melakukan yang kedua. Awalnya saya kurang suka dengan jurusan yang saya ambil. Sampai semester 4, saya masih setengah hati kuliah. Tapi, lama kelamaan saya menyukai jurusan Sastra Inggris. Kebetulan ada tawaran mengajar privat saat semester 4 dan saya terima. Ternyata mengajar Bahasa Inggris privat membuat saya belajar grammar dengan lebih baik. Selain itu saat semester 4, mata kuliah yang ditawarkan banyak yang benuansa linguistik dan dari situ ketertarikan saya untuk belajar bahasa semakin kuat. Akhirnya saya menemukan kesenangan saya kuliah di Sastra Inggis, yakni belajar aturan-aturan bahasa,” ujarnya.

Setelah menyelesikan kuliah S-1 Sastra Inggris di Universitas Barawijaya pada tahun 2004 hingga 2008, Ikmi tidak ingin ilmu yang didapat terbuang sia-sia. karena niat dan keinginan awal bukanlah bercita-cita menjadi dosen, tentu proses dan pekerjaan lain yang dijalani sangat banyak.

“Mulai dari menjadi guru SD, guru les privat, guru les bimbel Primagama English hingga menjadi asisten penelitian,” tuturnya.

Selama dua tahun menggeluti dunia pendidikan, akhirnya sampai dimana titik kerinduan pada dunia sekolah itu muncul kembali dan ia memutuskan untuk melanjutkan ke jenjang S-2 Linguistik di Universitas Gadjah Mada (UGM) tahun 2010. Tahun 2012 setelah menyelesaikan studi S-2, nasib yang sudah tertulis menuntun jalan menjadi dosen semakin lurus, dan diterima di Pendidikan Bahasa Inggis (PBI) Universitas Ahmad Dahlan (UAD).

Ketika menjadi seorang dosen Ikmi juga mengalami sedikit hambatan dalam proses belajar mengajar seperti hambatan teknis dan psikis. Dari segi teknis, terkadang tidak adanya modul atau fasilitas yang mendukung sehingga bisa menghambat pembelajaran. Tetapi, menurut Ikmi hambatan terbesar yaitu dari segi psikis seperti kelelahan atau jenuh dengan rutinitas yang ia lakukan. Akan tetapi ke dua hambatan itu Ikmi hadaapi dengan cara: pertama, jika itu hambatan teknis seperti kendala dalam menyampaikaan powerpoint di depan mahasiswa, maka Ikmi menanganinya dengan cara membagikan file tersebut ke mahasiswa dan menjelaskannya secara tradisional dengan menggunakan whiteboard. Dengan demikian sangat penting bagi seorang dosen (juga guru) dalam menguasai materi yang akan ia ajar kan. Sementara untuk hambatan psikis, Ikmi biasanya hanya sedang kelelahan dan sangat perlu istirahat. Selain istirahat, Ikmi juga menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan dengan keluarga atau melakukan hal-hal yang ia senangi.

Wanita kelahiran 7 Oktober1986 ini memiliki kesan yang mendalam terhadap dunia Pendidikan. Ia menyebutkan ada duahal penting yang ia dapatkan setelah menyelesaikan pendidikannya, “Pertama, kepintaran tidak akan berguna jika kita tidak punya perilaku yang baik dan mental yang kuat. Kedua, semakin banyak belajar, semakin saya merasa bodoh. Setelah lulus S-3, ternyata saya tidak tahu apa-apa tentang linguistik.” tuturnya, Minggu (14/6/2020).

Selama mengajar delapan tahun terakhir ini, Ikmi juga mengatakan cukup banyak pengalam menarik yang ia alami. Mulai dari mendapatkan kelas yang cukup menguras emosi hingga kelas yang membuatnya banyak tertawa. Dan hal yang paling berkesan menurut Ikmi yaitu ketika ada mahasiswa yang mengucapkan terima kasih secara personal karena merasa tercerahkan dengan perkuliahan yang Ikmi berikan. Hal tersebut membuat Ikmi sangat bahagia karena dengan begitu usaha Ikmi dalam berbagi ilmu ternyata diterima dengan positif dan membawa manfaat.

Sebagai seorang dosen di Universitas Ahmad Dahlan, Ikmi memiliki pesan untuk para mahasiswanya terutama bagi mereka yang mempunyai cita-cita menjadi seorang pendidik, “Jadilah guru bahasa yang mempunyai wawasan kebahasaan yang luas (bukan hanya menguasai metode atau menyusun media yang menarik). Dengan mempunyai wawasan kebahasaan, seorang guru akan mampu memaparkan fenomena kebahasaan dengan lebih baik dan mampu menginspirasi siswa untuk belajar bahasa. Pesan saya yang lainnya: jadilah pendidik yang humanis.” jelasnya.

 

***

Penulis: Giat Hidayat, Ermawati, dan Fauziah Rahmah, mahasiswa PBSI Semester V.

Leave a Reply