Amin yang Aman

Aminmu adalah palsu. Sejak dahulu kita bertemu, kamu selalu berkata amin di hadapanku. Semua ucapan yang aku katakan, kamu jawab dengan aminmu. Termasuk kata yang terucap dari hati yang paling dasar, yaitu aku cinta padamu. Semua terlihat khusyuk saat mengatakannya.

Aku tahu aminmu membahagiakanku dan kamu. Tergantung siapa yang menanggapi amin dan siapa yang mengucapkan amin. Akan tetapi, itu sudah lampau. Sekarang aminmu yang dahulu biasa diutarakan, sudah tidak lagi aman. Lalu aku mencari dengan teliti, kamu ke manakah aminmu yang dulu? Apakah kamu menyimpan pada arsip?

Aku aman saat kamu mengucapkan amin. Tuhan senantiasa akan mengucapkan amin kepada dunia dan seisinya. Maka semua terlihat aman bagi hati kita.

Seperti halnya yang pernah kita lalui dahulu. Saat amin kita masih aman. Tepatnya di bawah pohon rambutan, ada warung es cokelat yang nikmat. Di sana kamu mengatakan amin setelah aku berbicara. Di sana juga aku merasa aman. Mungkin mas-mas penjual es cokelat ikut merasa tenang.

Akan tetapi, saat itu kita merasakan hal aneh bersama. Langit berkedip, matahari mengintip, dan ada air yang rintik. Cuaca sedang hujan dan waktu memukul angka delapan malam. Anehnya adalah saat cuaca yang tidak mendukung untuk minum es, kita malah menikmatinya. Alasannya sederhana, yaitu

“Aku haus.”

Di meja sudah ada es cokelat. Aku dengan gelas jumbo dan kamu lebih kecil dari gelas jumboku. Dua roti menunggu untuk disentuh. Siapa dahulu yang akan menggigit dan siapa dahulu yang akan mencelup ke dalam es cokelat.

Akhirnya kamu dahulu.

Sesuap demi sesuap kita lakukan. Terkadang ada es cokelat yang menempel di bibirmu. Sudah lebih sepuluh kali aku mengusap. Jika ditotal, mungkin ada gelas lagi untuk menaruh es cokelat hasil usapan dari bibirmu.

Saat es cokelat sudah mulai habis, tanganku menjadi merah karena lisptik dari bibirmu. Pipiku pun juga ikut merah.  Akan tetapi bukan dari lisptikmu, melainkan dari pipimu yang juga memerah. Lalu kamu membuka bibir yang sudah rampung aku usap. Seketika mengatakan,

“Apakah ini aman?”

Lalu aku langsung menjawab,

“Amin.”

***Karya : Khaidar Naufal Pasingsingan***

***Penyunting : Nanda Kartika Sari***

 

Leave a Reply