Kilas Balik Eksperimen Moral

Cerpen eksperimen moral dipilih untuk dipentaskan sebab relevan dengan kondisi saat ini, kini moral seseorang telah mengalami degradasi, disebabkan ia belum mampu mengendalikan egonya.

Eksperimen Moral berkisah tentang seorang guru yang memperkosa muridnya. Di persidangan, dalam pembelaannya di depan hakim, guru tersebut mengatakan bahwa itu bukanlah tindakannya, melainkan ego dan nafsunya. Ia menuduh egonya sebagai aktor utama atas tindakan bejat tersebut. Cerpen ini merupakan bentuk sindiran terhadap guru dan nafsu umat manusia yang sering tidak mampu dikendalikan. Guru yang seharusnya menjadi ujung tombak pendidikan moral justru dalam beberapa kasus menjadi pelaku utama dalam meruntuhkan nilai moral. Sering kita dengar pemberitaan di media yang cukup miris, semisal guru memperkosa dan mengahamili muridnya. Cerpen ini juga bentuk sindiran dan refleksi terhadap manusia, bahwa dalam menjalani kehidupan, seringkali manusia diperbudak oleh ego/nafsunya.

Mengalihkan dari teks cerpen menjadi teks monolog adalah kesulitan yang dialami Ridho Iqbal Subariansyah sebagai sutradara. Ia mengaku juga masih baru dalam hal penulisan naskah monolog. Mengubah sudut pandang cerpen menjadi sudut pandang monolog ia rasa lumayan sulit. Selain sudut pandang, memperkuat konflik yang mengarah ke konflik batin, berkaitan dengan psikologis seseorang juga.

Sutradara dan aktor berdiskusi dan bersepakat dalam menentukan karakter yang akan dipentaskan. Sutradara dan aktor bekerjasama membangun latar belakang mengenai tokoh-tokoh yang akan diangkat dalam monolog. Latar belakang penguatan karakter, mencari referensi dari tokoh-tokoh lain, dari segi suara, dan karakter. Salah satu metode mencari karakter yaitu dengan cara menonton film dan melihat lingkungan sekitar.

Aditia Kurniawan selaku aktor dalam pementasan monolog eksperimen moral mengatakan bahwa proses pemilihan aktor dengan melihat keaktifan selama proses di teater JAB.

Cerpen yang diadaptasi menjadi naskah monolog/drama tidak harus berpusat pada cerpen, melainkan mencari ide sendiri supaya ada ekspektasi yang lebih menarik untuk dipentaskan. Pendalaman karakter adalah hierarki paling tinggi dalam sebuah pementasan agar tidak membawa karakter pribadi ke dalam pementasan. Untuk mengatasi itu, Awan, panggilan akrab Aditia Kurniawan, melakukan pengolahan rasa, meski perasaan dari luar seringkali memengaruhi fokus.

Sebagai orang yang baru bergiat di teater, banyak kesulitan yang dialami Awan selama proses. Misalnya menirukan vokal karakter pak guru yang berusia 47 tahun. Pengalaman pernah jadi aktor studi pentas teater JAB banyak membantu Awan dalam bermonolog. Jika dalam drama, aktor melakukan kesalahan bisa diminimalisasi oleh aktor lain yang berperan dalam satu adegan. Sedangkan monolog harus dikuasai penuh oleh satu aktor dan manajemen emosi yang lebih ekstra.

Awan dan teater JAB berterima kasih kepada sahabat PBSI, sahabat teater, alumni teater JAB, Drs. Jabrohim, M.M, Dra. Sudarmini, M.Pd, dan Heriyanto, S.Pd yang telah datang dan mengapresiasi pentas parade monolog teater JAB 2018. (JI)

Leave a Reply