Ikatan Mahasiswa Muhammadiyyah (IMM) Universitas Ahmad Dahlan melaksanakan salah satu program kerja dari bidang RPK yaitu RUBIK ( Ruang Bincang Komisariat IMM PBII (PPKN, PBI, dan PBSI) yang dilaksanakan secara virtual. Acara tersebut dilaksanakan pada 21 April 2021 bertepatan dengan Hari Kartini dan mengusung tema “Tantangan Wanita Berdikari di Tengah Stereotip Masyarakat”.
Wanita berdikari adalah wanita bertanggung jawab, berprinsip, dapat berdiri sendiri, dan dapat menempatkan diri sesuai dengan porsinya. Tantangan wanita berdikari di tengah stereotip masyarakat seperti mendapat perlakuan berbeda dengan laki-laki, adanya pemikiran-pemikiran kolot bahwa wanita adalah kaum lemah hingga sulit bergerak bebas untuk bereksplorasi dan berinovasi, serta adanya anggapan bahwa yang menjadi pemimpin seharusnya laki-laki, bukan perempuan. Hal-hal itulah yang membuat stereotip di masyarakat terikat kuat dan sukar untuk dihilangkan.
Salah satu tokoh wanita berdikari adalah R.A. Kartini. Ia merupakan contoh nyata bahwa ia mampu berdikari, memperjuangkan hak-hak sebagai wanita baik persamaan derajat antara laki-laki dan perempuan. Perjuangan membela hak-hak wanita agar setara dengan kaum laki-laki baik dari pendidikan hingga strata di tingkat sosial. Perempuan berhak bersuara dan berpendapat dengan bebas sama halnya yang dilakukan oleh kaum laki-laki.
Wanita harus memiliki jenjang pendidikan yang tinggi karena dalam agama Islam, seorang wanita merupakan madrasah pertama bagi anaknya. Orang yang memiliki pendidikan yang tinggi akan memiliki pemikiran yang luas, sopan santun hingga cara memperlakukan orang lain maupun keluarganya akan sangat terlihat berbeda. Hal ini berdampak nantinya pada hasil didikan ibu pada anaknya, jika seorag ibu dapat membentuk akhlak anak dengan baik nantinya akan menjadi anak yang sholeh dan sholehah.
“Menurut saya, menjadi wanita yang merdeka independen berdikari merupakan hak bagi setiap wanita, dan hak itu akan dibawa hingga akhir hayat. Harus kita tuntut dan perjuangankan agar menjadi wanita berdikari,” ungkap Ketua Umum IMM PBII saat diwawancarai melalui ruang virtual WhatsApp, Jumat (23/04/2021).
Letak kesalahan judge wanita tidak boleh memiliki pendidikan yang tinggi adalah pandangan masyarakat yang konservatif. Banyak masyarakat yang berfikiran bahwa wanita nantinya akan di dapur-kamar-kasur. Kalau masyarakat terbuka karena masyarakat sendiri belum memiliki wawasan luas.
Dinamika maupun pandangan masyarakat tersebut akan hilang dengan sendirinya jika tingkat pendidikan masyarakat tinggi dan mampu menerima pendapat – pendapat baru yang akan tumbuh seiring berjalananya waktu. Pada tiap zaman pasti memiliki pandangan yang berbeda bahkan stereotip pandangan bahwa perempuan adalah makhluk yang ringkih dan lemah akan hilang dengan sendirinya jika semakin maju negara tersebut.
Mengatasi hal tersebut, kita harus memahami, kita jelaskan dan memahami mengapa wanita bisa memiliki pendidikan tinggi dapat dikorelasikan dengan agama, sosial, pengasuhan, pendidikan, kesehatan. Sebagai wanita yang sudah paham dapat menjelaskan dengan seminar ataupun sosialisasi bahkan sekedar berbincang dan diskusi ringan mampu membuka wawasan masyarakat.
******
Reporter : Annisa Nur H dan Hanifah Ibtihal K.
Editor : Hanita Ayu