3 Proses Menulis Fiksi Menurut Ahmad Fuadi

Apakah setiap orang bisa menulis cerita? Apakah seseorang yang tidak berbakat dapat menulis cerita? Terkait pertanyaan tersebut, menurut Ahmad Fuadi, bakat adalah sebuah kelebihan. Seseorang yang berbakat menulis hanya perlu banyak berlatih untuk mendapatkan hasil yang baik. Namun, yang tidak memiliki bakat juga dapat menulis dengan melakukan proses belajar, proses berdisiplin, dan konsisten dalam menulis. Lalu, bagaimana sih cara memulai menulis fiksi?

Berikut 3 proses menulis fiksi menurut Ahmad Fuadi, seorang penulis novel best seller Negeri 5 Menara, yang disampaikan pada saat mengisi acara Belajar Menulis Fiksi yang diselenggarakan oleh Pesantren Mahasiswa K. H. Ahmad Dahlan (26/05/2021).

1. Why (Kenapa)
Kenapa ingin menulis? Sebelum menulis sebuah fiksi, ada proses yang sangat fundamental, yaitu membuat pondasi tulisan. Pondasi tulisan dapat diartikan sebagai alasan atau niat seorang penulis dalam memulai tulisannya. Tidak cukup kuat hanya dengan alasan menulis adalah kesenangan dan hobi, Ahmad Fuadi mengatakan bahwa alasan tersebut perlu dicari lebih dalam lagi, sehingga seorang penulis dapat memegang teguh alasannya sebagai suntikan stamina yang kuat untuk menyelesaikan tulisan.

2. What (Apa)
Apa ide yang ingin ditulis? Ide menulis bisa berupa sesuatu yang paling dekat dengan hati dan selalu kita pedulikan. What (apa) dapat diidenditifikasi dengan cara seperti, apa saja yang kita bicarakan dengan senang hati sehingga hal itu selalu muncul dalam pikiran? Tulislah topik yang kita senangi, maka proses why (kenapa) dan what (apa) akan mudah diketahui dalam diri penulis.

3. How (Bagaimana)
Bagaimana cara menulis? Menulis dapat dilakukan dengan melakukan riset terlebih dahulu. Tidak hanya membaca buku, riset menulis fiksi bermacam-macam, di antaranya melakukan pengamatan, mengobrol, mengikuti training, dan sebagainya.

Contoh riset yang dilakukan Ahmad Fuadi dalam menulis novel Negeri 5 Menara adalah pulang ke kampung untuk melihat lagi awal mula cerita yang ia tulis. Ia membongkar diari lama, buku-buku catatan tua, membaca ulang surat-surat yang ditulisnya selama di pesantren, dan lain-lain.

Setelah melakukan 3 proses menulis fiksi tersebut, barulah kita menuangkan ide ke dalam tulisan dengan tetap berdisiplin dan konsisten.

“Saya tidak berbakat menulis, tetapi saya berlatih dan belajar menulis. Apa yang kita tanam adalah apa yang kita panen. Jadi kalau kita mau belajar dan belajar, insyaallah hasilnya tidak mengecewakan,” pesannya.

 

*****

Reporter : Hanita Ayu

Editor : Annisa Maulida Ramadhani

Leave a Reply